TUGAS INDIVIDU
HUKUM TATA NEGARA
“HAM DI INDONESIA”
Disusun Oleh:
Edy Darmawan (12401244027)
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI
YOGYAKARTA
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
belakang
Hak Asasi Manusia merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam kehidupan. Karena sifatnya yang sangat rentan
oleh pelangggaran Hak Asasi Manusia (HAM) negara berkewajiban untuk
melindunginya.
Salah satu ciri negara Demokratis
adalah dicantumkanya Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konstitusinya. Negara
Indonesia mengakui dirinya sebagai negara yang demokratis, dan dengan
dimasukannya Hak Asasi Manusia di dalam UUD 1945nya. Hal tersebut bisa kita
lihat dalam UUD NKRI 1945 setelah amandemen dalam pasal 28 a – 28 j.
Akan tetapi konsepsi dasar akan Hak
Asasi Manusia (HAM) di indonesia masih mengacu pada barat, selain itu juga
dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Komnas HAM menuai
dan menyebabkan kontrofersi.
II.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
yaitu Hukum Tata Negara, sebagai tugas akhir semester.
III.
Ruang
Lingkup
Jika
Membicarakan tentang HAM, tentu saja akan sangat luas, karena sifatnya yang
Universal dan Mendunia. Jadi penulis membatas batasan masalah menjadi sebagai
berikut :
A.
Apa
itu Hak Asasi Manusia ?
B.
Bagaimana
HAM dalam Berbagai Perspektif ?
C.
Konsep
Dasar Hak Asasi Manusia
D.
HAM
dalam Konstitusi Indonesia
E.
Kebijakan
Indonesia dalam Penegakkan HAM
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hak Asasi Manusia
Pengertian tentang Hak Asasi Manusia (HAM) terus
berkembang dari masa ke masa, menjadi sangat luas dan terbuka dalam
perumusannya. Ham secara umum diartikan sebagai hak-hak yang bersifat kodrati
dan universal. Hak – hak ini sudah melekat dengan sendirinya pada diri manusia
sejak lahir. Kekuasaan atau otoritas dalam bentuk apapun tidak dapat mencabut
dan merampas HAM di dunia ini. Untuk itu, Negara bertanggung jawab dan memiliki
kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan untuk memenuhi pelaksanaannya.
(Judianti, Dkk. 2011 : 4)
Jadi bisa kita ketahui bahwasanya HAM merupakan pemberian
dari Tuhan Yang Maha Esa, dan setiap manusia di dunia ini pasti memiliki HAM.
Itulah mengapa biasanya HAM dikatakan kodrati dan bawaan manusia sejak lahir.
Di atasa dikatakan
bahwasanya Negara tidak berhak merampas HAM dari setiap warga negaranya, memang
negara tidak boleh dan tidak bisa merampas HAM akan tetapi disini negara hanya
berperan untuk mengakui, menghormati, melindungi, dan memenuhi pelaksanaan HAM.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam resolusi 217 A (III)
tertanggal 10 Desember 1948 dalam pasal 1 menyatakan “Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang
sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu
dengan yang lain dalam semangat persaudaraan” (Judianti, Dkk. 2011 : 4)
Berdasarkan pasal 1 deklarasi tersebut, nilai-nilai HAM
yang dapat dipetik adalah martabat (dignity),
kesetaraan (equality), dan kebebasan
(liberty). Martabat dijabarkan adalah
setiap orang dan individu yang pantas dihormati atau dihargai tanpa
mempedulikan usia, budaya, kepercayaan, etnik, ras, gender, orientasi/pilihan
seksualnya, bahasa, ketidakkemampuan atau kelas sosialnya. Kesetaraan
dijabarkan adalah manusia terlahir secara merdeka dan sederajat. Kebebasan
dijabarkan adalah hak yang dimiliki secara bebas, hak tidak bisa berubah dan
hak yang dialami sama dan tidak bisa diambil, diserahkan ataupun dialihkan oleh
siapapun. (Judianti, Dkk. 2011 : 4)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh
PBB, secara garis besar memiliki 3 (tiga) unsur yaitu Martabat, Kesetaraan, dan
Kebebasan. Martabat, setiap manusia di dunia ini memiliki martabat dan harga
diri. Oleh karena itu baik negara, kelompok, ataupun individu tidak
diperbolehkan melakukan sesuatu yang bisa merusak martabat dan harga diri pihak
lain. Kesetaraan, seluruh manusia di bumi ini mempunyai kedudukan yang sama,
mempunyai kesempatan yang sama, dan diberlakukan sama dengan yang lainnya.
Makna dari kesetaraan adalah, bukan berarti orang yang lebih kaya mempunyai
perlakuan yang lebih spesial, sedangkan yang miskin tidak memiliki kesempatan. Bukan
seperti itu, kesetaraaan adalah kedudukan yang seimbang tanpa dilihat dari segi
umur, jabatan, kekayaan dan lain-lain. Kebebasan, setiap manusia bebas
melakukan apapun asal tidak melanggar norma atau hukum yang berlaku di daerah
tersebut. Makna kebebasan sangat luas, seperti halnya kebebasan untuk mencari
informasi, kebebasan untuk mendapatkan pendidikan, kebebasan dibidang ekonomi,
dan lain sebagainya.
Akan tetapi dalam kenyataannya dan dalam kehidupan
sehari-hari, terkadang kita menemui berbagai pelanggaran dan kita temukan
persoalan-persoalan yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Entah itu
berupa deskriminasi, Rasis, dan lain-lain. “Pelanggaran HAM adalah suatu
pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen internasional hak
asasi manusia (Rhena, 2008 : 69).
Tentu saja manusia dilahirkan secara berbeda-beda, baik
dalam kultur, kebiasaan, bahasa, dan norma yang berbeda, akan tetapi pada
dasarnya setiap HAM yang dimiliki itu sama. Negara selaku organisasi kekuasaan yang
tertinggi tidak boleh merebut HAM secara sewenang-wenang dan semaunya sendiri.
Negara selaku organisasi tertinggi bertugas untuk, menjaga, melindungi,
menghormati, dan memenuhi Hak-Hak Asasi Manusia Setiap warga negaranya.
B.
HAM
dalam Berbagai Perspektif
Permasalahan HAM menjadi salah satu pusat perhatian
manusia sejagad, sejak pertengahan abad ke-20. Hingga kini tetap menjadi isu
aktual dalam berbagai peristiwa sosal, politik dan ekonomi, di tingkat nasional
maupun internasional. HAM tidak hanya dipandang dari sudut kepemilikan dan
bagaimana dijalankan, melainkan lebih dari itu. Untuk mengetahui lebih lanjut
HAM dapat dilihat dari perspektif Islam, politik, sosiologis, dan geografis.
(Jazim dan Mustafa. 2010 : 231) :
1.
HAM
dalam Perspektif Islam
Ketika memahami HAM dalam perspektif islam tentu lebih
mudah, karena islam adalah ajaran komprehensif yang bersumber dari wahyu Illahi
(Al-qur’an) dan berfungsi sebagai petunjuk dan penjelas atas petunjuk itu (al-bayan) serta pembeda antara kebenaran
dengan kesalahan (al-furqan).
Cara pandang islam terhadap HAM tidak terlepas dari
cara pandangannya terhadap status dan fungsi manusia. Manusia adalah makhluk
Allah SWT yang terhormat (QS Al-israa’/6:70), (QS Al-Hijr/15 : 28-29) dan
fungsional (QS Al-an’am/6 : 165), serta (QS Al-Ahzab/ 33 : 72). Dari eksistensi
ideal, manusia ditarik kepada kehidupan yang riil agar ia dapat terpuji sebagai
mahkluk yang fungsional. Dalam kaitan ini, manusia disebut khalifah dalam
pengertian mandataris yang diberi kuasa dan bukan sebagai penguasa. Dalam
status terhormat dan fungsi mandataris ini, manusia hanya mempunyai kewajiban
kepada Allah SWT (karena itu Allah semata yang mempunyai hak-hak) dengan cara
mematuhi hukum – hukumnya. Semua kewajiban itu merupakan amanah yang diemban
(QS Al-Ahzab/ 33 : 72).
Seorang manusia
mengakui hak manusia lain karena hal itu merupakan kewajiban yang dibebankan
kepadanya dalam rangka mematuhi Allah SWT. Karena itu, Islam memandang hak
asasi manusia dengan cara pandang yang berbeda dari perspektif barat, tidak
bersifat anthroposentris tetapi bersifat theosentris (sadar kepada Allah SWT
sebagai pusat kehidupan). Penghargaan kepada HAM merupakan bentuk kualitas
kesadara keagamaan yaitu kesadaran kepada Allah sebagai pusat kehidupan.
Dibawah ini akan dipaparkan konsep dasar HAM dalam Islam yang bersumber dari
Al-qur’an dan Al-hadist.
a. Hak
atas keselamatan jiwa. Dalam Islam jiwa seseorang sangat dihormati dan
keberadaannya harus dipelihara sebagaimana dalam al-qur’an surat Al-Israa ayat
33.
b. Pengamanan
hak milik pribadi (QS. Al-Baqarah 2:181)
c. Keamanan
dan kesucian kehidupan pribadi (QS. An-Nur 24 : 27)
d. Hak
untuk memperoleh keadilan hukum.
e. Hak
untuk menolak kezaliman (QS. An-Nisa 4:148)
f. Hak
untuk melakukan al-amru bi al-ma’ruf wa
al-nahyu ‘an al munkar, yang didalamnya juga mencakup hak-hak kebebasan
memberikan kritik (QS. Al-A’raf 7:165 dan QS. Al-Baqarah 2:110)
g. Kebebasan
berkumpul demi tujuan kebaikan dan kebenaran. Kebebasan berkumpul ini berkaitan
dengan menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkat.
h. Hak
keamanan dari penindasan keagamaan. Banyak sekali dalam ayat-ayat al-qur’an
yang melarang pemaksaan, saling bertikai karena perbedaan agama, salah satunya
adalah QS. Ali-Imron 3:10.
i.
Hak untuk tidak menerima tindakan apapun
tanpa ada kejahatan yang dilakukannya. Dengan kata lain, seseorang harus
dianggap tidak bersalah jika belum terbukti melakukan kejahatan.
j.
Hak memperoleh perlakuan yang sama dari
negara dan tidak melebihkan seseorang atas orang lain.(QS. Al-Qashash 28:4)
Beberapa
hak yang sudah dipaparkan diatas merupakan suatu bukti jika Islam memandang HAM
dari segi hubungan antara Allah SWT dengan manusia maupun manusia yang satu
dengan manusia lainnya. Hak-hak tersebut merupakan pemberian dari Allah SWT
kepada setiap mahkluk-NYA setelah menjalankan kewajibannya, sehingga setiap
orang mempunyai hak yang sama satu dengan lainnya. Dan orang lain tidak dapat
menghapusnya atau mengambilnya, hanya Allah SWT yang berhak menentukan
segalanya.
2.
HAM
dalam Perspektif Politik
Sering terdengar jika dalam politik dikenal tidak ada
lawan ataupun kawan, yang ada hanyalah kepentingan. Seringkali apa yang menjadi
hak seseorang dalam politik dijadikan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan.
Misalnya dengan alasan setiap orang mempunyai keduduka yang sama, dalam pemerintahan
maka satu orang dengan yang lainnya saling mencari alasan agar kekuasaan
tersebut jadi miliknya.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai kedudukan politik
yang sama, maksudnya adalah kesempatan
yang sama untuk berpolitik. Yang
membedakan hanya status sosial yang diperoleh setelah ia dapat meyakinkan orang
lain tentang konsep politik yang ditawarkan. Sudut pandang politik tentang HAM
dan lainnya adalah semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk
memperjuangkan kepentingannya. Baik kepentingan probadi, kelompok ataupun
golongannya.
3.
HAM
dalam Perspektif Sosiologis
Secara sosiologis setiap manusia mempunyai hak yang
sama untuk hidup bermasyarakat dan mengembangkan kemampuannya. Apapun suku,
agama, ras ataupun golongannya, mereka tetap mempunyai kedudukan sama dalam
masyarakat. Mereka adalah mahkluk sosial yang saling membutuhkan dan saling
berinteraksi.
4.
HAM
dalam Perspektif Geografis
Secara geografis seseorang mempunyai hak untuk hidup
dan mengembangkan kemampuannya dimanapun ia mau. Tetapi yang perlu ditekankan
dalam perspektif geografis adalah bahwa seseorang dapat kehilangan apa yang
menjadi haknya apabila bertentangan dengan hukum yang berlaku, dalam artian ia
dapat berkembang dan diterima oleh suatu wilayah apabila wilayah tersebut secara
umum dapat ditempati/menjadi kewenangannya.
HAM dalam perspektif geografis dipandang secara manusiawi bahwa manusia
dapat menjadikan bumi sebagai media untuk memperoleh manfaat dan memberikan
manfaat tersebut kepada orang lain.
C.
Konsep
Dasar Hak Asasi Manusia
Sistem nilai uang menjelma dalam konsep hak asasi manusia
(HAM) tidaklah semata-mata sebagai produk Barat melainkan memiliki dasar
pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan agama. Pandangan dunia mengenai HAM
adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan proteksi kehidupan dan
kemartabatan manusia (Satya Arinanto 2009 : 1)
Perbincangan dan wacana tentang HAM terus berkembang
seiringan dengan mulai sadar dan mulai bertambahnya intensitas kesadaran semua
manusia atas hak dan kewajiban yang dimiliknya. Namun demikian, wacana HAM
menjadi aktual karena sering dilicehkan direbut dengan sewena-wena dan juga
tidak dihargai sama sekali dalam sejarah manusia sejak awal dan mungkin hingga
kini juga. Gerakan dan desiminisi HAM terus berlangsung seperti halnya
seminar-seminar dan diskusi-diskusi tentang orang-orang hilang saat era orde
baru, dan juga tentang capres yang diduga melakukan pelanggaran HAM, dan
lain-lain.
Begitu derasnya kemauan dan daya desak akan HAM, maka
apabila terjadi disebuah negara yang melakukan pelanggaran HAM, mengabaikan
HAM, dan juga tidak memenuhi HAM, dengan sekejap mata nation-state dibelakang bumi ini memberikan respon, terlebih
beberapa negara yang dijuluki sebagai negara adi kuasa memberikan kritik,
tudingan, bahkan kecaman keras seperti embargo, dan lain sebagainya.
Perkembangan
Pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM)
The
focus of human rights is on life and dignity of human beings,
demikian tegas Manred Nowak. Todung Mulya Lubis dalam (Satya Arinanto 2009 : 5)
menyebutkan ada empat teori HAM, yaitu pertama,
hak-hak alami (natural rights),
berpandangan bahwa HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh umat manusia pada
segala waktu dan tempat berdasarkan takdirnya sebagai manusia (human rights are rights that belong to all
human beings at all times and in all places by virtue of being born as human
beings).
Kedua, teori
positivis (positivisist theory), yang berpandangan bahwa karena
hak harus tertuang dalam hukum yang riil, maka dipandang sebagai hak melalui
adanya jaminan konstitusi (rights, then
should be created and granted by constitution, laws and contracts).
Pandangan ini secara nyata berasak dari ungkapan Bentham yang mengatakan, rights is a child of law, law of nature,
come imaginary rights. Natural rights is simple nonsens, natural and
impresicible rights rethorical nonsens, nonsens upon still.
Ketiga,
teori relarivis kultural (cultural
relativist theory). Teori ini adalah salah satu bentuk antitesis dari teori
hak-hak alami (natural rights). Teori
ini berpandangan dan menganggap bahwa hak itu bersifat universal merupakan
pelanggaran suatu dimensi kultural terhadap dimensi kultural yang lain, atau
disebut dengan imperialisme kultural. Yang ditekankan dalam teori ini adalah
bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan kultural serta perbedaan tradisi
budaya dan peradaban yang yang berisikan perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human) . oleh
karenanya, penganut teori ini mengatakan, that
rights belonging to all human being at all times in all places would be the
rights of desocialized beings.
Keempat, doktrin
Marxis (marxist doctrine and human rights). Doktrin Marxis menolak teori hak-hak
alami karena negara atau kolektivitas adalah sumber galian seluruh hak (repositiory of all rights). Hak-hak
mendapat pengakuan dari negara dan kolektifitas. Dengan kata lain, all rights derive from the state, and are
not naturraly possessed by human beings by virtue of having been born.
D.
HAM
dalam Konstitusi Indonesia
Dalam praktik bernegara, terlaksananya perlindungan HAM secara
baik, dan pemenuhan HAM setiap warga negaranya dengan baik itu tergantung dari
pihak yang berkuasa pada saat itu yang memimpin penyelenggaraan negara pada
saat itu. Mengapa dikatakan terhantung dari pemimpinnya ?. hal itu dikarnakan
Pemimpin yang sedang memimpin sangat berpengaruh terhadap pemenuhan HAM pada
suatu negara. Misalkan sebagai contoh adalah, Presiden Soekarno, Presiden
Soeharto, dan juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyomo, memiliki tindakan yang
berbeda dalam memberlakukan HAM setiap warga negaranya.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konstitusi
merupakan pilihan terbaik dalam ikata ideologis antara yang berkuasa dan
rakyat. Konstitusi hadir sebagai “kata kunci” kehidupan modern. Sebagai bagian
terpenting dalam kehidupan bernegara, konstitusi sekaligus mencerminkan
hubungan yang signifikan antara pemerintah dengan rakyat. Tidak dapat dinafikan
konstitusi berperan penting sebagai hukum dasar yang menjadi acuan bagi
kehidupan sebuah negara, tidak terkecuali pengaturan tentang perlindungan HAM
(Majda, 2009 : 61)
Kehadiran konstitusi tidak saja memberikan
gambaran-mengenai apa saja yang menjadi kewajiban bagi warga negara, dan juga
apa saja yang menjadi kewenangan pemerintah. Hadirnya konstitusi yaitu memiliki
fungsi utama adalah agar pemerintah tidak berbuat sewenang-wenang kepada
rakyat, jadi secara tidak langsung kehadiran konstitusi itu memberi
perlindungan kepada rakyat.
Pentingnya jaminan konstitusi atas HAM membuktikan, bahwa
komitmen suatu negara atas kehidupan demokratis dalam payung hukum. Karena saat
sekarang ini, salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya perlindungan HAM
dalam konstitusinya. Memang di indonesia HAM sudah tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahuna 1945. Dalam UUD NKRI Tahun
1945, HAM diatur dalam pasal 28, 28 A – 28 J. Selain itu juga masih ada
peraturan-peraturan lain yang mengatur HAM dan berkaitan tentang HAM seperti
halnya UU Nomor 39 Tahun 1999, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 26
Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan
anak, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
dan masih banyak peraturan dan undang-undang yang memiliki hubungan dengan HAM.
Dalam konteks ini, kita bisa lihat tentang UUD NKRI Tahun
1945. Secara historis, UUD NKRI Tahun 1945 telah mengalami 4 (empat) kali
perubahan/amandemen. Dimana akhirnya hasilnya adalah HAM memiliki tempat dalam
UUD NKRI Tahun 1945, terlihat dalam pasal 28. Dimana pada saat sebelum
amandemen pasal 28 hanya memiliki 2 pasal. Lalu setelah amandemen, Pasal 28
memiliki banyak bagian, diantaranya pasal 28A sampai 28J. Selain itu juga,
produk UU dan Peraturan-peraturan lain yang menyangkut tentang perlindungan HAM
telah banyak dikeluarkan.
Akan tetapi jika dibandingkan dengan realita sekarang
adalah, sudah banyak peraturan-peraturan dan bahkan undang-undang yang mengatur
tentang HAM di indonesia. Dan kondisi sekarang adalah masih kurangnya
penegakkan HAM di indonesia. Seperti halnya capres yang dulu telah terbukti
melakukan pelanggaran HAM pada saat masih menjabat di TNI. Para pelaku yang
melakukan Tindak pelanggaran HAM saat era orde baru.
Di indonesia sudah banyak peraturan dan undang-undang
sudah cukup banyak, akan tetapi penegakkan HAM di indonesia masih belum
maksimal, entah itu dikarnakan kendala dalam biaya, dalam infra struktur, atau
mungkin dari pemerintah itu sendiri. Tetap saja apabila sebaik apapun peraturan
itu dibuat, apabila tidak ditegakkan maka sama saja peraturan tersebut tidak
ada.
E.
Kebijakan
Indonesia dalam Penegakkan HAM
Penegakkan HAM di indonesia patut diapresiasi dan wajib
kita dukung. Namun sangat disayangkan, mengapa demikian ?. hal itu dikarnakan
Perlindungan HAM di indonesia terkadang mengalami bertentangan dengan
pancasila. Bisa dikatakan konsepsi tentang HAM masih mengarah dan mengacu pada
HAM dalam konsepsi dari negara barat. Dimana biasanya negara-negara barat
memiliki beberapa nilai-nilai yang bertentangan dengan Landasan negara
indonesia yaitu Pancasila. Bukan hal yang aneh memang, karena sekarang banyak
ilmu yang dihasilkan dari produk barat, akan tetapi disini kita masih memiliki
agama dan pancasila dimana keduanya bisa menjadi penyaring, yaitu yang mana
yang sekiranya baik dan pas untuk indonesia dan yang mana yang sekiranya tidak
baik dan tidak cocok untuk negara indonesia.
Penegakan HAM di indonesia dilakukan oleh KOMNAS HAM atau
dikenal dengan komisi nasional perlindungan HAM. Akan tetapi ternyata apa yang
dibela oleh KOMNAS HAM bertentangan dengan pancasila. Berikut paparannya yang
dikutip dari buku yang berjudul “Pendidikan
Kewarganegaraan” karya dari Muhammad
Junaidi.
“Pertama, pembelaan Komnas HAM terhadap aliran sesat Ahmadiyah dan
aliran-aliran sesat lainnya, yang secara terang-terangan telah menodai ajaran
agama islam. Padahal sesuai dengan UU Penodaan Agaman yang tertuanf dalam
Penpres No.1/1965, UU No.5 Th.1969 dan KUHP pasal 156a tentang pelarangan
penodaan agama. Mestinya semua aliran sesat yang telah menodai ajaran agama
ditolak keras oleh Komnas HAM, bukan dijustifikasi dan dilegimitasi dengan
pembelaan hingga tingkat internasional. Ditambah lagi dengan putusan Sidang PBB
di jenewa-swiss pada tanggal 26 Maret 2009 bahwa penodaan agama adalah
pelanggaran HAM.”
“Kedua,
Pembelaan Komnas HAM secara terang-terangan terhadap LGBT. Itu terlihat dalam
pembelaan Komnas HAM terhadap Irsyad Manji dan Lady Gaga yang merupakan icon
LGBT internasional. Bahkan Komnas HAM pernah terlibat langsung dalam rangkaian
acara “Konter Waria” di Hotel BumiWiyata Jl. Margonda Raya, Depok Jawa Barat,
pada tanggal 30 April 2010. Dan kini sudah kesekian kali Komnas HAM mengajukan
atau merestui para aktivis LGBT ikut fit and proper Tes di DPR RI untuk jadi
anggota Komnas HAM. Padahal, LGBT itu bertentangan dengan ajaran agama islam
dan bertentangan juga dengan empat pilar utama Negara dan bangsa Indonesia,
yaitu : Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945, dan NKRI.”
“Ketiga,
Pembelaan
Komnas HAM secara terang-terangan terhadap gerakan Anti Perda Syariah dan aksi
penolakan UU Pornografi, dengan dalih menolak diskriminasi dan perlindungan
terhadap minoritas serta pelestarian budaya dan adat istiadat. Padahal,
pemberlakuan Syariat Islam hanya kepada mayoritas muslim dan tidak dipaksakan
kepada minoritas non muslim, sehingga tidak ada itu tindak deskriminasi yang
merugikan kalangan non-muslim. Bahkan jika mayoritas diwajibkan tunduk dan
patuh kepada syariat Islam, justru minoritas akan terlindungi, karena syariat
islam adalah rahmat untuk semesta alam. Soal adat dan budaya, islam selalu
memberi ruang pelestarian dan pengembangannya selama tidak melanggar norma
agama. Adapun yang melanggar mesti diluruskan, seperti adat telanjang tanpa
pakaian di depan umum, itu bukan budaya terpuji, tapi keterbelakangan. Nah,
keterbelakangan itu harus dibina agar berperadaban, bukan dilestarikan agar
tetap primitif.
Memang penegakan di HAM di Indonesia seharusnya lebih
mempertimbangkan aspek-aspek yang menadi landasan luhur di Negeri ini seperti
halnya Pancasila selaku ideologi, dan juga sebagai kepribadian bangsa
Indonesia. Selain itu juga, harus mempertimbangkan dengan budaya-budaya yang
ada di indonesia dan tentu saja juga dengan agama. Memang terlihat sulit, akan
tetapi apabila Komnas HAM memang benar-benar melakukan perlindungan HAM dengan
berlandaskan Pancasila dan Agama, mungkin Komnas HAM akan lebih bijak dan juga
bisa lebih selektif dalam melakukan perlindungan HAM..
BAB
III
Kesimpulan
Sejatinya Hak
Asasi Manusia merupakan hak kodrati, hak yang diberikan oleh tuhan, dan juga
dimiliki oleh manusia sejak ia lahir. Hak ini tidak diberikan oleh negara atau
pemerintah. Oleh karena itu, Hak Asasi Manusia (HAM) disebut juga dengan Natural Rights. Walaupun Hak Asasi
Manusia (HAM) tidak diberikan oleh Negara, Negara berhak untuk melindungi HAM,
menghormati HAM, dan juga memenuhi pemenuhan HAM setiap warga negaraya. Negara
tidak berhak dengan sewenang-wenang merebut Hak Asasi Manusia dari setiap
individu warga negaranya.
Memang
perlindungan HAM itu masih menjadi kontrofersial antara wacana dan realitanya
itu berbeda. Di indonesia sendiri penegakan HAM di indonesia masih banyak
mengalami permasalahan mulai dari belum terpenuhinya Hak Asasi Manusia setiap
warga negaranya, dan juga dalam penegakan HAM itu sendiri.
Peraturan-peraturan
dan Undang-undang yang berkaitan dan bahkan mengatur tentang HAM itu banyak,
akan tetapi belum sepenuhnya dilaksanakan dan ditegakan. Namun, dalam hal
penegakan juga masih mengalami masalah. Dalam penegakan HAM Komnas HAM terkadang
bertentangan dengan pancasila dan nilai-nilai keagamaan. Seharusnya, Komnas
harus bisa lebih selektif lagi dalam masalah pembelaan HAM. Dan lebih
berlandaskan pada pancasila sebagai dasar hidup berbangsa dan bernegara.
Daftar
Pustaka
Jazim
Hamidi, Mustafa Lutfi. 2010. Civic
Education. Jakarta : Gramedia.
Judianti,
dkk. 2011. Memahami HAM dengan Lebih Baik. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Majda,
El Muhtaj. 2009. Dimensi-Dimensi HAM. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Muhammad,
Junaidi. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rhena,
dkk. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta : PUSHAM UII.